Minggu, 28 Agustus 2016

Ketua Serikat Pekerja Nasional Kornelis Wiryawan Gatu, Sos, MHum
Perusahaan Wajib Melindungi Tenaga Kerja

Kornelis Wirawan Gatu                  Foto istimewa

SANGATTA KALTIM, NAGi
. Ketua Serikat Pekerja Nasional Kalimantan Timur, Kornelis Wiryawan Gatu, Sos, MHum menegaskan, berkaitan dengan perlindungan ketenaga kerjaan, Perusahaan PT Sawakarsa Sinar Senotosa (Agro Goup) berkewajiban melindungi semua tenaga kerja tanpa pengecualian untuk menjadi peserta BPJS Tenaga Kerja. Hal ini, berkaitan dengan perlindungan hak-hak ketenagakerjaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Protesksi atau perlindungan ketenagakerjaan dijamin kecelakaan kerja, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kematian, jaminan hari tua atau jaminan pensiunan.
            Hal ini diungkapkan Kornelis, saat diminta tanggapan terkait dengan kewajiban perusahaan terhadap karyawan. “Banyak persoalan yang muncul akibat kelalaian dari pihak manajemen perusahaan yang tidak mengikutsertakan karyawannya menjadi peserta BPJS Tenaga Kerja dengan alasan karena  administrasi kependudukan misalnya KTP dan Kartu Keluarga ukan berasal dari pemerintah di wilayah Kalimantan Timur,” perusahaan menuntut harus memiliki KTP dan KK berdomisili di Kalitim, dengan alasan tersebut perusahaan tidak mendaftarkan karyawan menjadi peserta BPJS Tenaga Kerja, banyak terjadi perusahaan-peusahan perkebunan kelapa sawit di wilayah Kaltim.

Perusahaan  Kelapa Sawit di Wilayah Kalimantan Timur . Foto: Dok.NAGi
            Menurut Kornelis, padahal kita ketahui bahwa E-KTP adalah sistim online yang berlaku secara nasional yang semestinya pihak perusahaan tidak perlu mempersoalkan hal ini. “Cukup dengan keterangan domisili dari pemerintah setempat, yang bersangkutan bisa didaftarkan sebagai peserta BPJS Tenga Kerja. Adanya kelalaian pihak manajemen perusahaan menyebabkan banyak kerugian yang dialami para pekerja, karena mereka bekerja dengan waktu normal dari pagi jam 07.00 wib sampai dengan jam 14.00 wib hal ini berlaku secara umum,” tutur Kornelis, meminta Dinas Ketangakerjaan untuk memantau tenaga kerja di perusahaan, dan mengharuskan mereka masuk dalam BPJS Tenaga Kerja, agar para pekerja terlindungi.
            Selanjutnya dijelaskan Kornelis, di sektor perkebunan perusahaan secara umum masih menerapkan pola sistim kerja target, bukan menerapkan sistim kerja normal yang ditentukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Undang-Undang ini, secara tegas menyebutkan bahwa pola waktu kerja hanya diatur dua jenis, yakni pola waktu kerja lima dua dan pola waktu kerja enam satu. Pola waktu kerja lima dua berarti lima hari kerja dua hari istirahat dengan komposisi dalam satu hari delapan jam kerja dan satu minggu 80 jam. Sementara pola waktu enam satu, yakni enam hari kerja dan satu hari istirahat dengan komposisi dalam satu hari tujuh jam kerja,” urai Kornelis, secara umum perusahan perkebunan kelapa sawit di Kalitim menerapkan sistim kerja target yang sebenarnya tidak diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan.

Resiko Kecelakaan Kerja
             Kornelis yang Studi Pascasarjana di Universitas Merdeka Malang, menjelaskan resiko kecelakaan tenaga kerja terjadi disebabkan akibat sistim kerja target yang diterapkan perusahaan perkebunan di wilayah Kaltim. “Sistim kerja target yang diterapkan perusahaan menyimpang dari ketentuan yang ada, sehingga setiap harinya berkerja lebih dari tujuh jam. Artinya apabila sistim target yang diterapkan, karyawan belum sampai selesai walaupun sudah sampai tujuh jam berkerja yang bersangkutan tidak diberikan upah sesuai dengan ketentuan yang ada,” ujar Kornelis, berarti upah kerjanya dipotong, hal ini merugikan karyawan, hal ini biasa diterapkan di perusahaan perkebunan kelapa sawit.
            Ditegaskan Kornelis, bahwa diterapkan dengan sistim target ada kesan atau ada fakta di lapangan sistim kerja paksa atau sistim kerja “perbudakan”, karena seorang karyawan apabila memikirkan harus mendapatkan upah harian, dia harus menyelesaikan target, tetapi bukan normal kerja waktu tujuh jam. “Peraturan yang diterapkan perusahaan juga dibuat secara sepihak tanpa melibatkan unsur pekerja dalam kaitan dengan pembahasan peraturan kerja, sehingga problem lanjutan yang terjadi adalah pekerja tidak dianggap dan mereka dikaitkan dengan  peraturan perusahaan,” kesal Kornelis, sebagai pengurus serikat pekerja, pihaknya mendorong agar pekerja tunduk pada peraturan perusahaan, tetapi peraturan yang tidak bertentangan dengan prinsip undang-undang.
            Menurut Kornelis, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 111 ditegaskan, bahwa perusahaan dalam membuat peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan prinsip undang-undang yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003.  “Banyak perusahaan yang membuat peraturan perusahaan tidak melibatkan unsur pekerja dan tidak mendapat persetujuan dari Dinas Tenaga Kerja setempat. Problemnya lain yang terjadi di perusahaan yakni ketika terjadi kecelakaan kerja proteksi dan perlindungan kecelakaan kerja tidak jelas dan tidak ada yang bisa menjamin, karena perusahaan tidak mengikutsertakan pekerjanya menjadi peserta BPJS Tenaga Kerja,” pintah Kornelis, pihak Dinas Tenaga Kerja harus ikut aktif memantau perusahaan-perusahaan yang tidak mengikutsertakan  karyawannya menjadi peserta BPJS dengan alasan tidak ada KTP dan Kartu Keluarga Kaltim ditindak tegas. (laporan tim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar